
Anak bukanlah kertas kosong yang harus “diwarnai” sepenuhnya oleh orang tua maupun gurunya.
Biarkan anak “mewarnai” kertasnya sendiri dengan pemikiran, tingkah, dan sikapnya agar melatih kemampuan berpikir anak.
Memang terkesan “Tega”, namun jika anak terus didikte, terus dibantu, maka anak akan sulit untuk mengembangkan pola pikir kritisnya.
Kita harus percaya bahwa anak bisa melakukan tugas-tugasnya. Sesederhana membiarkan mereka memakai pakaian sendiri, memasang alas kaki sendiri, makan sendiri.
Kemudian kita juga harus lebih aktif bertanya kepada anak mengenai suatu masalah. Bukan pertanyaan yang dapat dijawab “Ya” atau “Tidak”, tetapi lebih ke pertanyaan
“Menurut kamu kenapa hal itu terjadi, ya?”
atau jika Kita punya ide untuk menyelesaikan masalah mereka, ajukan pertanyaan
“Bagaimana jika kita lakukan seperti ini?”
Pertanyaan seperti demikian akan melatih kemampuan berpikir anak.
Saat anak telah memilih keputusan dari jawabannya, hormati keputusan mereka. Karena itu akan meningkatkan rasa percaya diri mereka.

Jika anak telah terlatih berpikir kritis, niscaya mereka akan lebih sering mengajukan pertanyaan yang terkadang “random”. Seperti
“Burung itu makannya apa, ya?”
“Kenapa kuda nil giginya tajam?”
, dll.
Jadi, apa pertanyaan paling random yang pernah didengar?
